摘要:Kekerasan berbasis gender merupakan fenomena sosial yang ada sejak jaman dahulu dan semakin marak akhir-akhir ini. Bahkan kekerasan terhadap perempuan, semakin meningkat, baik jumlah maupun bentuk dan modus operansinya yang semakin beragam baik di lingkup domestik (rumah tangga) maupun publik. Menurut catatan tahunan komnas perempuan pada tahun 2017 kekerasan terhadap perempuan yang paling menonjol kekerasan yang terjadi dalam lingkup rumah tangga. Kasus kekerasan terhadap perempuan semakin tinggi, terutama kekerasan terhadap perempuan dalam lingkup rumah tangga. Penulis mengangkat persoalan mengenai bagimana kebijakan formulasi tindak pidana kekerasan terhadap perempuan dan bagaimana penegakannya di kota Demak. Penelitian ini menggunakan metode Yuridis Empiris dengan menyuguhkan fakta-fakta mengenai tindak pidana kekerasan terhadap perempuan terkait dengan hukum yang berlaku di Indonesia dan bagaimana penangannya di Kota Demak, termasuk menyajikan pengalaman perempuan sebagai korban. Dari penelitian yang dilakukan diperoleh data bahwa Kebijakan Formulasi perlindungan bagi perempuan dalam instrument internasional dan nasional dapat digunakan sebagai upaya menanggulangi tindak pidana kekerasan terhadap perempuan dalam lingkup rumah tangga, khususnya setelah keluarnya Undang-undang No 23 tahun 2004. Regulasi perlindungan bagi perempuan dalam instrument internasional maupun nasional hanya berlaku apabila peristiwanya terjadi di lingkup rumah tangga, sehingga korban diluar rumah tangga tidak dapat menggunakan ketentuan hokum tersebut. Rancangan Undang Undang Kekerasan Seksual diharapkan segera disyahkan untuk melindungi dan menangani perempuan korban kekerasan baik didalam rumah tangga maupun diluar rumah.Proses penegakan hokum oleh aparat penegak hukum dalam menangani penegakan hukum tindak pidana kekerasan terhadap perempuan di Kota Demak belum optimal, karena belum baiknya koordinasi diantara stakeholder (Polisi, Jaksa, Hakim, LSM Pendamping, Pemerintah Daerah Kota Demak).