摘要:Earthquake and tsunami that occurred on December 26,2004 has brought heavy casualties and one of them are children who lost parents.One of the efforts undertaken to protect them is by appointment or a trust either by others or close relatives.In this study known a few years after the Tsunami occurred,determining application rates of adoption / guardianship quite a lot of happenned in Banda Aceh and Aceh Besar,and motivation to perform the average because of economic interests related to money wages,pension or insurance held by children.The process of removal/custody of children is predominantly used by indigenous peoples in the community,and formal legal principle was used when dealing with law.In the field can be found that property management should a supervision from geuchik,tuha peut and Imum Meunasah,Tuha peut which is the Baitul Mal Village officials to prevent misuse.
其他摘要:Bencana gempa dan tsunami yang terjadi pada tanggal 26 Desember 2004 telah membawa banyak korban jiwa termasuk diantaranya adalah anak–anak yang kehilangan orang tua.Salah satu upaya yang dilaksanakan untuk melindungi mereka adalah dengan pengangkatan atau perwalian baik oleh orang lain maupun keluarga dekatnya.Penelitian ini memakai metode yuridis sosiologis,dengan melakukan pengumpulan data secara primer dan sekunder,dan data yang didapat diolah secara kualitatif,komprehensif dan lengkap kemudian dilakukan pembahasan,dimana diketahui beberapa tahun setelah tsunami terjadi,angka permohonan penetapan pengangkatan anak/perwalian cukup banyak terjadi baik di Banda Aceh dan Aceh Besar,dan motivasi untuk melakukan tersebut rata–rata karena kepentingan ekonomi yang berhubungan dengan uang:gaji,pensiun ataupun asuransi yang dimiliki oleh anak.Proses pengangkatan/perwalian anak yang dominan dipakai adalah melalui adat yang ada di masyarakat,dan prinsip hukum formal dipakai jika berhubungan dengan pengurusan.Di lapangan dapat ditemukan bahwa pengelolaan harta anak oleh wali seharusnya mendapat pengawasan dari geuchik,Tuha Peut dan Imum Meunasah yang merupakan pengurus Baitul Mal Gampong untuk menghindari terjadinya penyalahgunaan.