摘要:Hukum perjanjian/ kontrak Indonesia merupakan warisan hukum kolonial yang sudah tidak dapat lagi mengakomodasi perkembangan bisnis dan perdagangan internasional yang sangat pesat dewasa ini. Sudah cukup lama Indonesia mewacanakan untuk merevisi KUH Perdata, termasuk hukum perjanjiannya, namun sampai saat ini belum terealisir. Momentum perkembangan di ASEAN, terutama dengan berlakunya Masyarakat Ekonomi ASEAN sejak tahun 2015 mendorong lagi keinginan untuk segera memperbarui hukum kontrak Indonesia. Penelitian ini berusaha untuk menemukan pendekatan yang paling efektif dan realistis untuk dapat mewujudkan cita-cita tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan pendekatan futuristik. Hasil penelitian menemukan bahwa UPICC sebagai instrumen internasional yang bersifat soft law dapat dipergunakan sebagai model pembaruan hukum kontrak Indonesia. Dengan sifatnya yang soft law ini, memberikan ruang bagi Indone?sia untuk memastikan bahwa prinsip-prinsip yang akan diadopsi tersebut tidak bertentangan dengan cita hukum Pancasila.
其他摘要:The current Indonesian contract law which is inherited from Dutch colonial is no longger compatible with the rapid development of international trade and business practice. Indonesia for quite long time has made an effort to reform its contract law. However, those efforts are not successful so far. The entry into force of the ASEAN Economic Community starting from 2015 is a good momentum for Indonesia to revisit the idea of the reform. This research tried to find out the most possible approach for the reform. The research applied normative juridical method with futuristic approach. In conclusion, UPICC as an international instrument may well serve as model for the new Indonesian contract law. With its soft law character, UPICC may flexibly be adjusted in order not to prejudice the fundamental principles of Pancasila.