摘要:Ketentuan Hukum Positif Indonesia memberikan perlindungan terhadap korban kejahatan yang bersifat tidak langsung baik dalam KUHP,KUHAP,maupun di luar KUHP dan KUHAP. Kemudian dalam kebijakan formulatif yaitu KUHAP dan KUHP untuk pengertian korban dipergunakan terminologis berbeda-beda yaitu sebagai pelapor,pengadu,saksi korban,pihak ketiga yang berkepentingan,dan pihak yang dirugikan. Pada prakteknya permohonan PK dilakukan oleh pemohon dengan kualitas sebagai saksi korban,pihak ketiga yang berkepentingan,Penasihat Hukum maupun oleh Jaksa Penuntut Umum dan ternyata hanya upaya hukum peninjauan kembali yang dilakukan oleh Penuntut Umum dan Pihak Ketiga yang berkepentingan (Putusan PK Nomor: 4 PK/PID/2000 tanggal 28 November 2001) yang dikabulkan oleh Mahkamah Agung sedangkan untuk permohonan Peninjauan Kembali yang diajukan pemohon saksi korban (Putusan PK Nomor: 11 PK/PID/2003 tanggal 6 Agustus 2003),atau saksi pelapor oleh Mahkamah Agung dinyatakan tidak diterima oleh karena pemohon bukan berkualitas melakukan permohonan Peninjauan Kembali. Dari dimensi teoretis ternyata Mahkamah Agung melakukan penafsiran berbeda sebagaimana ditentukan Psl. 263 ayat (1) KUHAP yaitu dengan dikabulkannya pemohon Peninjauan Kembali yang dilakukan oleh Penuntut Umum dan Pihak Ketiga yang berkepentingan di satu sisi sedangkan di sisi lainnya permohonan dari pemohon Peninjauan Kembali yang berkualitas saksi korban atau saksi pelapor dinyatakan tidak dapat diterima.
其他摘要:Positive Legal Indonesia provides protection against crime victims who are not directly in the Penal Code,Criminal Procedure Code,as well as outside the Criminal Code and Criminal Procedure Code. Later in the Code of Criminal Procedure formulatif policies
关键词:Upaya hukum;Korban kejahatan;Peninjauan Kembali