摘要:Tingginya angka tunggakan perkara di Mahkamah Agung pada awal tahun 2000an mendorong MA melalui Cetak Biru Pembaruan Mahkamah Agung tahun 2003 untuk meminta diaturnya pembatasan perkara kasasi dalam undang-undang. Permintaan tersebut akhirnya dipenuhi sebagian oleh DPR dan Pemerintah. Pada tahun 2004 DPR dan Pemerintah merevisi UU No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung melalui UU No. 5 Tahun 2004. Dalam UU tersebut diatur terdapat 3 (tiga) jenis perkara yang tidak dapat dikasasi,yaitu praperadilan,perkara pidana yang ancaman pidananya paling tinggi 1 tahun penjara dan perkara Tata Usaha Negara dimana keputusan pejabat TUN yang dipermasalahkan yang daya jangkaunya hanya di daerah tersebut. Namun setelah UU tersebut disahkan ternyata arus perkara yang masuk ke MA bukannya menurun namun semakin tinggi. Banyak faktor memang yang menyebabkan semakin tingginya arus perkara tersebut,akan tetapi evaluasi atas efektivitas aturan pembatasan perkara dirasa tetap perlu dilakukan. Penelitian ini dimaksudkan untuk kepentingan tersebut. Dalam penelitian sederhana ini peneliti mencoba menguji sebagian ketentuan pembatasan perkara,yaitu pembatasan perkara atas perkara pidana yang ancaman pidananya paling tinggi 1 tahun penjara dan/atau denda.
其他摘要:The high of arrears cases at the Supreme Court in the early 2000s pushed through the Blueprint for Reform Supreme Court in 2003 to require the regulation limiting the appeal court in law. The request was eventually fulfilled in part by the Parliament and