摘要:Sebuah kompleks peristirahatan spektakuler bertaraf internasional yang berlokasi tidak jauh dari Tanah Lot-Bali Nirwana Resorf (BNR)-berhasil diresmikan Gubernur Bali pada tanggal 3 September 1997 Ulu, setelah pembangunannya sempat terganjal selama beberapa tahun olehperUwanan masyarakat. Sempatnya proyek ini terganjal merupakan pertanyaan tersendiri. Dari segi gagasan, pembangunan proyek BNR ini jelas segaris dengan kebijakan pemerintah, dan oleh karenanya mudah dipahami kalau pemerintah dengan mudahnya memberi ijin kepada investor. Apa lagi, PT Bakri Nirwana Rcsort yang menjadi penyandang dana proyek ini dipimpin oleh Abu Rizal Bakri, yang dikenal sebagai seorang konglomerat kondang di negeri ini, yang juga aktif di Kamar Dagang dan Industri (KADIN). Aliansi antara pemilik modal dengan pemerintah, yang sudah kental menggejala pada masa itu, tentunya memberi optimisme bahwa proyek itu tidak akan terkendala. Namun, optimisme tersebut toh sempat sirna ketika masyarakat, meskipun agak terlambat, meml>erikan respon negatif. Kalau dilihat persoalan ini dari kacamata masyarakat, apa yang terlihat sebagai signifikansi kebijakan sebetulnya adalah justru signifikansi ancaman. Besarnya biaya yang dipertaruhkan investor (lebih dari 350 milyar) justru menjadi faktor penjelas dari mengapa investor bersikeras untuk mensukseskan investasinya. Sebaliknya, luasan tanah yang harus dipindahkan pemilikannya (sekitar 120 hektar) dari penduduk lokal menjelaskan resistensi begitu mudah tergalang. Untuk membangun resort yang bisa menampung 3500-4000 orang ini, sekitar 135 KK harus rela digusur. Kedekatan jarak BNR dengan Pura Tanah Lot, yang dari kacamata industri kepariwisataan adalah modal penting, justru diartikan kedekatan ancaman terhadap religiusitas umat Hindu.
其他摘要:Mainstream public policy theory has been heavily biased toward administrative approach which tends to oversimplify policymaking as internal process within state-bureaucracy. Policy process is perceived as nothing more than the exercise of authority even w