摘要：Banjir yang terjadi di Jakarta awal Februari 2007 lalu telah menjadi bukti kegagalan kolektif dalam membuat perencanaan pembangunan kota yang berkelanjutan. IVmhangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah tidak dilakukan secara komprehensif. Kegagalan kolektif ini ditandai oleh pendekatan pembangunan yang masih bersifat sektoral dan spasial tidak mempertimbangkan dampak jangka pendek dan jangka panjang serta pembangunan yang hanya berskala kecil. Setelah kota tumbuh, pcrkembanganya dibiarkan begitu saja tanpa ada pengawasan yang ketat. Terjadinya banjir pun tidak serta merta datang begitu saja tetapimerupakan akumulasi dari pengabaian manusia terhadap lingkungan, kita gagal dalam memelihara, mengelola dan melakukan konservasi lingkungan. Akibatnya, tak sedikit manusia yang men|adi korban. Tetapi upava mengka|i ulang berbagai kebi|akan pemerintah yang pro lingkungan seringkali dihadang "benturan kepentingan" antara ekonomi dan ekologi. Padahal, idealnya, ekonomi dan ekologi (bisa) saling mendukung. Bahkan banjir juga dijadikan komoditas politik oleh segelintir orang demi meraih kekuasaan. Saling tuding antar pejabat pemerintah baik pusat dan pemerintah daerah tak terelakkan dan semakin memperkeruh kondisi yang ada. Pemerintah bukannya mencari solusi bagaimana menangani banjir tetapi malah mencari kambing hitam siapa yang harus bertanggung jawab terhadap terjadinya banjir. Oleh karena itu, pengendalian banjir Jakarta membutuhkan penanganan yang komprehensif dengan melibatkan beberapa daerah sekitar Jakarta dan juga keterlibatan multi steak holder. Tulisan ini akan memaparkan lebih jauh tentang banjir dan berbagai penyebabnya serta melihat keterkaitan banjir dalam dimensi politik, ekonomi dan ekologi.
