摘要:This study aims to discuss on The Fatwa of The Council of Indonesian Ulama (MUI) on Health Insurance (BPJS) in 2015 which has arousing various different opinions either among elite or civilians in Indonesia. As the adviser for the Government of Indonesia in terms of religious issues, MUI questioned about the validity and appropriateness of the BPJS practice in concordance with the Islamic sharia law. At least, there are three issues which underlie the formulation and the publication of the fatwa: ranging from conformity concepts and practices of BPJS with legislation and sharia principles; what alternative solutions that can replace the presence of BPJS if it proved not qualified of sharia compliant; as well as the determination of 2% motive penalty for late payment of participant contributions, would it not contravene the sharia law? This fatwa, however, is in line with previous fatwa which issued by MUI in year 2001 on Guideline for Islamic Insurance. In MUI’s view, the operational system of BPJS still shackled within the framework of conventional insurance. By using ‘aqd mu’âwad}ah and presenting a pattern of relations “insurer-insured” in the management of handling BPJS insurance, not guarantee it is free from gambling, uncertainty, usury elements, which is strongly opposed to Islamic sharia law, and therefore, the concept of takâful within sharia framework as referred in the fatwa of MUI in 2001 on Guidelinesfor Islamic Insurance, is offered as an alternative solution formula in justice and welfare insurance for all citizens, especially for Muslims.
其他摘要:Studi ini mendiskusikan lebih jauh fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)Kesehatan tahun 2015 yang memunculkan silang pendapat, baik di kalangan elit maupun masyarakat awam di Indonesia. Dalam kapasitasnya sebagai pemberi masukan bagi Pemerintah Indonesia dalam masalah agama, MUI mempertanyakan keabsahan dan kesesuaian praktik BPJS dengan syariat Islam. Setidaknya, terdapat tiga rumusan masalah yang melatari terbitnya fatwa tersebut: mulai dari kesesuaian konsep dan praktik BPJS Kesehatan dengan peraturan perundang-undangan dan prinsip syariah; apa solusi alternatif yang dapat menggantikan keberadaan BPJS Kesehatan jika terbukti tidak memenuhi kualifikasi syariah compliant; serta motif penetapan denda 2% atas keterlambatan pembayaran iuran peserta, tidakkah itu bertentangan dengan syariat? Fatwa MUI tentang BPJS Kesehatan ini sesuai dan sejalan dengan fatwa MUI sebelumnya tentang Panduan Asuransi Syariah. Dalam pandangan MUI, sistem operasional dalam menjalankan BPJS masih terbelenggu dalam kerangka asuransi konvensional. Pemakaian ‘aqd mu’âwad}ah (jual beli) dengan menghadirkan pola relasi “penanggung-tertanggung” dalam pengelolaan BPJS tidak menjamin penanganan asuransi itu terbebas dari unsur maysir, gharar, dan ribâ, yang sangat ditentang dalam syariat Islam, dan karenanya, konsep asuransi syariah dengan framework syariah sebagaimana disebut dalam fatwa MUI 2001 tentang Pedoman Asuransi Syariah, ditawarkan sebagai formula solusi alternatif dalam mewujudkan keadilan dan kemaslahatan berasuransi bagi segenap warga negara, terlebih untuk kaum Muslimin.
关键词:BPJS;Fatwa of MUI;Gambling;Uncertainty;Usury;Islamic Insurance