摘要:Kekerasan seksual terhadap anak adalah kejahatan yang serius dan merupakan pelanggaran HAM. Salah satu upaya untuk mengantisipasi bertambahnya kekerasan seksual terhadap anak, Pemerintah mengeluarkan Perpu No 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas Undang-undang No 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak. Perpu No 1 ini kemudian disahkan menjadi Undang-undang Nomor 17 tahun 2016 tentang penetapan Perpu No 1 Tahun 2016. Perpu tersebut mengatur tentang pemberatan terhadap hukuman pelaku kejahatan seksual, khususnya terhadap anak. Dalam Perpu tersebut mengatur adanya pidana dan tindakan. Tindakan yang dimaksud dalam Perpu tersebut berupa pelaksanaan kebiri kimia disertai dengan rehabilitasi Tujuan penelitian ini untuk mengkaji dan menganalisa kebijakan hukum pidana sanksi kebiri kimia terhadap pelaku kekerasan seksual pada anak dilihat dari perspektif HAM dan Hukum Pidana Indonesia. Metode penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan serta pendekatan analisis konsep. Pelaksanaan kebiri kimia dianggap merupakan pelanggaran HAM. Pemberian hukuman melalui pengebirian dapat dikualifikasi sebagai penghukuman keji dan tidak manusiawi serta tidak sesuai dengan konstitusi dan komitmen Indonesia dalam bidang hak asasi manusia. Ketentuan pasal 28G ayat (2) konstitusi indonesia menyatakan bahwa “setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan dan perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia”. Pelaksanaan hukum kebiri kimia hanya berorientasi pada pembalasan yang bisa membuat pelaku kehilangan kepercayaan diri untuk berkumpul kembali dengan masyarakat. Hukum kebiri kimia tidak sejalan dengan tujuan dari hukum pidana yaitu adanya pemeliharaan solidaritas masyarakat.
其他摘要:The sexual offense against children is a serious crime and an act of violation against human rights. One of the government is an attempt to anticipate the increase of sexual offense against children is to release Perpu No 1 of 2016 second amendment of UU No 23 of 2002 about child protection. Perpu No. 1 is then passed into UU No. 17 of 2016 about stipulation of Perpu No. 1 of 2016. The regulation of the Perpu is about the denunciation of the perpetrator of a sexual offense, an especially sexual offense against children. The perpu also regulates the existence of criminal sanction and action sanction. The action referred to in the Perpu in the form of chemical castration and accompanied by rehabilitation. Research method uses normative research method by using the Statue approach and the analytical and conceptual approach. the implementation of chemistry castration is considered a violation of human rights. Penalties through castration can be qualified as a cruel and inhuman punishment and not in accordance with Indonesia's constitution and commitment in the field of human rights. The provision of article 28G paragraph (2) of the Indonesian constitution states that "everyone has the right to be free from torture and degrading treatment of human dignity". Implementation of chemistry castration punishment is only oriented to retaliation that can make the perpetrator lose confidence to reunite with the community. Chemical castration punishment is not in line with the objective of the criminal law that is the maintenance of community solidarity.
关键词:Kebiri Kimia;Hak Asasi Manusia;Hukum Pidana
其他关键词:Chemical Castration;Human Right;Criminal Law