摘要:Tahun 2018, reformasi di Tanah Air memasuki usia 20 tahun. Era di mana kebebasan berpendapat dan berekspresi hadir hampir di setiap sudut kehidupan masyarakat Indonesia, tidak terkecuali pada pekerja media. Namun, kondisi ini rupanya tidak sepenuhnya dialami jurnalis perempuan. Sebagian besar dari mereka masih mengalami diskriminasi di organisasi tempat bekerja dan saat bertugas di lapangan. Standarisasi jurnalis perempuan di setiap media belum sama. Semua itu tergantung pada kebijakan masing-masing redaksi. Pandangan bahwa pekerjaan ini lebih cocok untuk laki-laki, masih tampak dengan lebih banyak jumlah jurnalis pria dibandingkan perempuan. Penelitian ini ingin melihat perbedaan perlakuan perusahaan media terhadap jurnalis perempuan di dunia kerja dan bagaimana jurnalis perempuan berupaya untuk memperjuangkan nasibnya. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan melakukan wawancara kepada tiga jurnalis perempuan dari tiga media cetak nasional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jurnalis laki-laki masih dominan dibandingkan perempuan di sektor media, dan sedikitnya jurnalis perempuan yang berada di jajaran puncak manajemen. Perbedaan perlakuan dalam hal fasilitas pekerjaan pun masih dijumpai, misalnya saja, fasilitas kesehatan, tunjangan keluarga yang dikaitkan dengan status single walaupun sudah berkeluarga, dan penyediaan ruang laktasi. Walaupun gerakan memperjuangkan kesetaraan gender di sektor media telah dilakukan oleh para jurnalis perempuan ini, akan tetapi budaya patriarki yang masih tertanam lekat membuat para jurnalis perempuan terutama yang telah menikah kehilangan semangat dan profesionalisme untuk menuju jajaran puncak.