摘要:Tujuan studi ini bertujuan untuk dapat mengetahui apakah pegawai negeri atau penyelenggara Negara yang menerima hadiah berupa layanan seksual dapat dikategorikan sebagai tindak pidana gratifikasi dan mengetahui teknik pembuktian kesalahan penerima hadiah kesenangan berupa layanan seksual sebagai tindak pidana gratifikasi. Studi ini menggunakan metode penelitian hukum normatif. Pendekatan yang dipakai merupakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual karena menggunakan pandangan sarjana ataupun doktrin-doktrin hukum. Hasil studi ini menunjukkan bahwa Berpedoman pada penjelasan pasal 12 B Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, maka kata “fasilitas lainnya” dapat diartikan secara luas, sehingga layanan seksual dapat dikategorikan sebagai gratifikasi. Namun demikian, harus pula memenuhi unsur-unsur Pasal 12 B Undang-Undang No. 20 Tahun 2001. Teknik/cara untuk membuktikan kesalahan penerima gratifikasi seksual adalah dengan membuktikan terpenuhi atau tidaknya keseluruhan unsur-unsur Pasal 12 B Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 dengan menggunakan sistem pembuktian terbalik berimbang, yang mana baik jaksa maupun terdakwa dibebani pembuktian tentang benar atau tidak gratifikasi seksual telah diberikan/ disediakan, benar atau tidak terdakwa yang telah menerima, benar atau tidak gratifikasi seksual tersebut adalah gratifikasi sesuai yang dimaksud Pasal 12 B Undang-Undang No. 20 Tahun 2001, benar atau tidak gratifikasi seksual yang diterima tersebut berhubungan dengan jabatannya/berlawanan dengan kewajiban dan tugasnya. Adapun alat- alat bukti yang dapat digunakan untuk membuktikan kesalahan penerima gratifikasi seksual adalah alat-alat bukti yang secara limitatif diatur dalam ketentuan Pasal 184 ayat (1) KUHAP, yakni keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, keterangan terdakwa dan alat-alat bukti petunjuk yang diatur dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.