摘要:Dasar hukum keberadaan Notaris sebagai pejabat publik, dan salah satu pengemban profesi hukum adalah peraturan perundang-undangan zaman Hindia Belanda yang diberlakukan berdasarkan pada Pasal I Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Amandemen IV. Konsekuensi dari itu adalah salah satu layanan yang seharusnya diberikan Notaris, membuat Surat Keterangan Waris, hanya dapat diberikan pada mereka yang tunduk pada hukum perdata Barat. Layanan ini tidak tersedia bagi masyarakat adat Bali. Penelitian yuridisi empiris yang dilakukan menelusuri peluang dan celah-celah hukum yang terbuka agar layanan pembuatan surat keterangan waris juga dapat diberikan pada masyarakat adat Bali.
其他摘要:The legal basis justifying the existence of notaries as public officials and a legal profession were Netherland-Indies laws. These colonial laws were, by virtue of Art. I Transitional Rules of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia (4th Amendment), taken over and considered to be still in force. Consequently, one of the public service offered by Notary publics, i.e., issuance of letter of inheritance or written affidavit stating which family members of the deceased may by law be regarded as heir-successor, has not been made available to Balinese adat communities. This service can only be enjoyed by those individuals who submit themselves to the (colonial) Civil Code. The article explores, using a juridical empirical approach, the possibility to extent the above public notary’s service to Balinese adat (traditional) communities.