摘要:This research focuses on studying conflicts involving traditional villages in fighting over the ownership status of the Temple of Death (Pura Dalem) as an asset that must be owned by a traditional village. Conflict involving two traditional villages in Bali,namely Kemoning and Budaga Village in Klungkung,resulted from a claim of ownership by one of the parties ahead of a massive celebration tribute to this temple’s birth centuries ago. The ownership claim led to rejection from another party,who said their traditional village was also entitled to the Temple of Death. This mutual ownership claim then escalated into an open conflict that resulted in casualties and injuries between the two parties. This research seeks to outline the root problems of this conflict and describe the actors,dynamics,and impacts of the conflict. This study used a qualitative approach through in-depth interviews with five informants consisting of two key informants (former heads of the Kemoning and Budaga Villages),one Klungkung resort police officer,and two people Kemoning and Budaga Village residents. Moore,Mitchell,Furlong,and Kriesberg use several perspectives to analyze the social conflict. The results showed that the problem of the two traditional villages lies in the inaccuracy of historical data,besides that there are different perspectives between the two parties about the existence of this temple,excessive control, and dominance in the management and poor communication caused the emergence of a hostile relationship pattern,raising mutual claims over the ownership of this Temple of Death. The dispute that led to this clash created an increasingly tenuous relationship between the two traditional villages.
其他摘要:Penelitian ini berfokus pada studi konflik yang melibatkan desa adat dalam memperebutkan status kepemilikan Pura Dalem sebagai aset yang harus dimiliki oleh desa tradisional. Konflik yang melibatkan dua desa adat di Bali,adalah Desa Kemoning dan Budaga di Klungkung,adalah akibat dari klaim kepemilikan oleh salah satu pihak menjelang perayaan penghormatan besar terhadap dibangunnya pura ini berabad-abad yang lalu. Klaim kepemilikan menyebabkan penolakan dari pihak lain yang mengatakan bahwa desa adat mereka juga berhak atas Pura Dalem ini. Klaim kepemilikan bersama ini kemudian berkembang menjadi konflik terbuka yang mengakibatkan korban dan cedera di antara kedua pihak. Penelitian ini berupaya menguraikan akar permasalahan dari konflik ini serta menggambarkan aktor,dinamika,dan dampak yang terjadi setelah konflik. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif melalui wawancara mendalam terhadap lima informan yang terdiri dari dua informan kunci (mantan kepala Desa Kemoning dan Budaga),satu petugas kepolisian resor Klungkung,dan dua orang dari warga Desa Kemoning dan Budaga. Untuk menganalisis konflik, beberapa perspektif tentang analisis konflik sosial digunakan oleh Moore,Mitchell,Furlong,dan Kriesberg. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masalah dua desa adat ini terletak pada ketidakakuratan data historis, selain itu ada perbedaan perspektif antara kedua pihak tentang keberadaan pura ini,kontrol yang berlebihan dan dominasi dalam pengelolaan dan komunikasi yang buruk menyebabkan munculnya pola hubungan yang bermusuhan menimbulkan saling klaim atas kepemilikan Pura Dalem ini. Perselisihan yang menyebabkan bentrokan ini akhirnya menciptakan pola hubungan yang semakin renggang antara kedua desa adat.